Kalau tidak macet, mungkin Jakarta tidak populer lagi. Dan kalau tidak macet lagi, Jakarta hanya dikenal sebagai ibukota negara, lalu apa spesialnya? :( Hal inilah mungkin yang membuat Jakarta tetap menjaga kelestarian macetnya supaya tetap populer, dan usaha ini didukung oleh kaum kapitalis juga borjuis, hehe... kira - kira begitu.. ironis!
Karena tiap hari melintasi jalur ini, lama - lama saya berpikir, apa sih untungnya jalur ini dibangun dan apakah proyek ini berguna untuk jangka panjang sementara sisem lain tidak disinergikan untuk mengurangi kemacetan.
Menurut saya proyek jalan layang non tol ini benar - benar tidak memihak pada masyarakat kecil tetapi berpihak pada kapitalis. Pertama, proyek ini pasti sedang dan akan menelan biaya yang sangat besar, dan yang diuntungkan adalah pengembang. Tidak hanya itu, karena bersinggungan dengan pemerintahan biasanya setelah proyek selesai, lalu tercium dan meledaklah kasus penyelewangannya hahaha... Klasik.. seperti proyek - proyek sebelumnya dan yang akhir - akhir ini terdengar adalah wisma Atlet. Ups, kembali ke laptop!
Kedua, cita - cita proyek ini kan untuk mengurangi kemacetan. Lalu, saya pikir, efek macet berkurang itu hanya akan terjadi paling tidak 2 tahun pertama, tetapi setelahnya akan macet kembali. Hal ini dikarenakan jumlah kendaraan yang terjual baik mobil dan motor terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Sungguh tidak ada kontrol dari pemerintah untuk memfilter tingginya tingkat pembelian kendaraan, yang mungkin karena pajak yang begitu rendah. Kalau sudah begini, jalanan ini kembali macet, dan supplier kendaraan yang diuntungkan. Yang perlu diingat dan dilihat fenomenanya adalah disepanjang jalur ini sudah ada dan akan sedang dibangun apartemen - apartemen, mall - mall dan sejumlah fasilitas elit kaum kapitalis - borjuis. Luarr biasa..!
Dalam hal ini pemerintah tidak berpihak pada masyarakat level menengah kebawah. Pamarintah amnesia bahwa penggerak ekonomi di negeri ini adalah masyarakat dari golongan tersebut. Mereka lupa GDP yang dihitung tiap tahun itu banyak yang tidak terhitung dan totalnya ngawur karena sektor ekonomi di Indonesia itu terus berputar karena gerobag gorengan, tukang sayur di pasar - pasar tradisional, dan tukang gerobag keliling dengan jualan bervasiasi, hasil penjualan ikan nelayan, transaksi para petani, penjual warteg yang mendominasi hampir disemua tempat merata di Indonesia termasuk para PKL. Hak - hak mereka sebagai warga negara sungguh sudah dikesampingkan dibawah investor - investor asing pemilik apartemen, mall, perusahaan multinasional dan fasilitas kaum kapitalis lainnya. Benar - benar tidak adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar